Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan dan Konsultasi-Inovasi Pendidikan Indonesia (LPK-IPI), Luthfi Firdausi, mengungkapkan di daerah banyak sekali terjadi pemborosan atau kelebihan tenaga guru.
Dia mencontohkan di Sambas, khususnya untuk Guru mata pelajaran Matematika SMP, berdasarkan penelitian maka terdapat kelebihan guru honorer sekitar 57 guru.
“Padahal yang kami hitung juga untuk tenaga guru PNS (Guru Matematika SMP) masih lebih sekitar 22 guru. Nah, jika PNS saja lebih kenapa harus ada honorer,” katanya dalam Diskusi Usaid-Kinerja bersama media di gedung PKBI, belum lama ini.
Dia memaparkan satu diantara penelitian yang dikerjakan oleh LPK-IPI adalah Distribusi Guru secara Profesional (DGP). Isu yang sensitif ini sudah sepatutnya, kata Luthfi haruslah melibatkan banyak pihak seperti dewan pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerhati pendidikan termasuklah masyarakat. Oleh karena tujuan akhirnya adalah memberikan hak anak dalam memperoleh pendidikan.
“Ini memiliki dampak yang tidak baik bila pendistribusian tidak tepat. Jika ada tempat yang kelebihan sementara di tempat lain yang kekurangan, tentunya berpengaruh kepada kompetensi anak didik. Kelebihan guru juga tidak baik karena itu merupakan pemborosan APBD bagi guru PNS dan pemborosan dana BOS bagi guru honorer,” jelas Luthfi yang juga Konsultan Pendidikan Usaid Kinerja.
Luthfi juga mendesak masyarakat ikut terlibat. Ia mencontohkanya di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, masyarakat terlibat dalam rancangan kebijakan tentang Distribusi Guru di Luwu Utara.
“Ini dilakukan dengan membedahnya di radio, talkshow sehingga mendapatkan banyak masukan dari masyarakat,” ujarnya
Dalam Kinerja Usaid untuk bidang pendidikan difokuskan pada sektor pendidikan dasar (SD dan SMP). Terdapat tiga program yang dikelola terkait pendidikan dasar yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), DGP, dan Penghitungan Biaya Satuan Pendidikan (BOSP).
Terkait MBS, sendiri menurutnya sudah menuai masalah sejak awal. Oleh karena dasar untuk mengerjakan ini bagi sekolah sudah ada aturan mainnya yaitu Permendikbud no. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas no. 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
“Masih banyak yang meraba-raba dalam pelaksanaanya, padahal aturan sudah ada. Oleh karena itu kita dampingi terutama untuk Kepala Sekolah (Kepsek) dan Komite Sekolah. Seperti dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) ,” katanya.
Menariknya lagi, sekolah diminta lebih terbuka dalam menerima komplain dari murid dengan membuatkan ‘Papan Komplain’ yang boleh diisi murid.